Mayor Raden Sadjad
Saat berdiskusi dengan seorang teman yaitu Bapak Heri Heryadi sampai diskusi menyinggung tentang nama seorang pilot TNI AU yang sudah terbang sejak jaman Hindia Belanda hingga jaman kemerdekaan yaitu Mayor Raden Sadjad.
Hingga akhirnya saya memohon ijin kepada Bapak Heri Heryadi untuk memposting kisah tentang Mayor Raden Sadjad ini dan beliau mengijinkan untuk memosting kisah Mayor Raden Sadjad di group ini.
Banyak orang yang mengetahui kalau TNI AU pernah memiliki pesawat B 25 Mitchell yang kita dapatkan dari hibah ML (Militaire Luchtvaart) Belanda di sekitar tahun 1950. Akan tetapi banyak orang yang tidak tahu siapakah pilot pertama B 25 yang dari bangsa Indonesia asli.
Di tahun 1942 ada pesawat pembom B 25 Mitchell milik Angkatan Udara Hindia Belanda (Militaire Luchtvaart). Saat itu tersebutlah kadet penerbang yang bernama Raden Sadjad ditantang untuk taruhan gaji sampai ratusan Gulden Belanda dengan kadet Belanda yaitu Noordraven. Saat itu Raden Sadjad ditantang untuk menerbangkan manuver pesawat pembom terbaru milik Angkatan Udara Hindia Belanda, yaitu B-25 Mitchell. Pada saat saat itu kadet penerbang Raden Sadjad mampu menerbangkan B-25 Mitchell dengan bermanuver jungkir balik, di atas pemakaman Sirnaraga dekat Lapangan terbang Andir Bandung, dan akhirnya kadet penerbang Raden Sadjad berhasil memenangkan taruhan tersebut.
Dan ini mencatat kalau kadet penerbang Raden Sadjad merupakan pilot pembom pertama B 25 Mitchell yang berdarah Tasikmalaya-Sumedang Jawa Barat sebagai orang Hindia Belanda (Indonesia sekarang ini) yang menjadi pilot pesawat B 25 Mitchell.
Setelah itu masih di tahun 1942 setelah lulus dari sekolah Kadet Penerbang Raden Sadjad direkrut menjadi co-pilot pesawat bomber B-25 Mitchell yang ditugaskan ke Burma pada tahun-tahun setelah terjadinya kapitulasi di Kalijati Subang pada 8 Maret 1942. Dan saat bertugas di Burma ini beliau sempat dinyatakan telah gugur. Hal ini karena pesawat yang ia bawa ditembak jatuh pesawat pemburu Jepang dan jatuh di hutan. Meskipun pesawatnya tertembak jatuh namun Raden Sadjad bisa selamat dan lima bulan kemudian beliau pulang ke Tasikmalaya, padahal keluarganya telah melaksanakan tahlilan karena mengira beliau sudah gugur.
Setelah itu pada tahun 1945 pasca perebutan Pulau Morotai Kepulauan Maluku, pasukan Amerika dibawah komando Jenderal Mc Arthur mempercayakan Raden Sadjad sebagai penguasa Lapangan Terbang Morotai. Para penerbang Amerika dan sekutu segan kepada Sadjad, yang juga sangat disukai penduduk pribumi, sehingga tentara Amerika menjulukinya “King Sadjad”.
Setelah Indonesa memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 Raden sadjad kemudian menjadi salah satu perintis AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) sekaligus peletak dasar penerbangan. Sumbangsihnya pada Republik yang baru lahir diantaranya pada tahun 1946, Raden Sadjad kembali ke Bandung dan merakit serta mengaktifkan kembali sebuah pesawat pembom Bristol Blenheim eks belanda dengan memasang mesin Sakai eks Jepang. Walau kemudian pesawat tersebut terperosok di Pemakaman Sirnaraga Bandung dan Maospati Madiun.
Menjelang tahun 1947, Sadjad pula yang memulihkan empat pesawat pemburu Messeschmidt Bf109 E7 eks AU Jepang pasokan Luftwaffe (AU Nazi Jerman) untuk digunakan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Pada tahun 1941, Jepang memperoleh lima buah pesawat tersebut dari AU Nazi Jerman, dimana empat pesawat tersebut diantaranya berbasis di Lapangan Terbang Andir Bandung. Namun keempat pesawat tersebut tamat riwayatnya saat serbuan pasukan Belanda melalui Operasi Gagak pada 19 DEsember 1948 di Yogyakarta. Berbagai pesawat tempur milik AURI dihancurkan Belanda saat berada di Lapangan Terbang Maguwo, termasuk keempat pesawat tadi.
Selanjutnya pada tahun 1952, Raden Sadjad ditugaskan menjadi Komandan Lapangan Terbang Morotai dibawah Komando AURI. Dibawah komando AURI, Raden Sadjad diandalkan untuk mengembangkan lapangan terbang tersebut menjadi pangakaln udara, dengan bantuan masyarakat Morotai Raden Sadjad bisa membangun beroperasinya lapangan terbang Morotai di bawah kenali komando AURI. Masyarakat Morotai bersedia membantu oleh karena masyarakat Morotai sangat menyukainya yang mana Raden Sadjad sering mengadakan pertunjukkan layar tancap di sana.
Pada saat Operasi Trikora Pembebasan Irian Barat tahun 1961 – 1962, Raden Sadjad bersama Letkol Salatun berhasil membujuk Presiden Soekarno agar membeli pesawat pembom tercanggih saat itu, yakni TU-16 Badger buatan Uni Soviet yang berkemampuan membawa senjata nuklir. Pesawat ini diperlukan guna melawan Belanda yang mengirimkan kapal induk Kareel Doorman.
Raden sadjad bertugas di lingkungan TNI AU hingga mencapai pangkat terakhir Mayor Raden Sadjad. Dan beliau kini ia telah kembali ke keharibaan ibu pertiwi di Tempat Pemakaman Umum Karang Nangka, pinggiran Lapangan Sepakbola Sukamantri, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya. Ia adalah pahlawan sejati, walaupun ia tak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan sekalipun ia adalah pahlawan bagi republik yang sangat Ia cintai.
Dan jika ada penamaan Lapangan Udara di Morotai akan sangat tepat jika diberi nama Lanud Mayor Raden Sadja sebagai penghargaan atas jasa-jasa beliau dalam perkembangan TNI AU pada umumnya dan Lanud Morotai pada khususnya.
Sumber : Bapak Heri Heryadi.
Keterangan foto
Major Oedara Raden Sadjad, Engineer,marconis, Nakoda Kapal, Vlieger Bomber, artis,pesulap....lahir dari keluarga Bangsawan Sumedang dan Tasikmalaya.
figur ayah yang bijaksana,semoga jadi contoh bagi anak cucu,,,
BalasHapusAmin.
Hapus