Kamis, 09 Juni 2011

N 250

N 250 GATOTKACA

Tipe Transpor Sipil
Produsen IPTN/PT Dirgantara Indonesia
Perancang IPTN
Terbang perdana 10 Agustus 1995
Diperkenalkan 1989
Status prototipe
Jumlah produksi 2 (1 sudah terbang , 1 belum selesai)

Pesawat N-250 adalah pesawat regional komuter turboprop rancangan asli IPTN (Sekarang PT Dirgantara Indonesia,PT DI, Indonesian Aerospace), Indonesia. Menggunakan kode N yang berarti Nusantara menunjukkan bahwa desain, produksi dan perhitungannya dikerjakan di Indonesia atau bahkan Nurtanio, yang merupakan pendiri dan perintis industri penerbangan di Indonesia. berbeda dengan pesawat sebelumnya seperti CN-235 dimana kode CN menunjukkan CASA-Nusantara atau CASA-Nurtanio, yang berarti pesawat itu dikerjakan secara patungan antara perusahaan CASA Spanyol dengan IPTN. Pesawat ini diberi nama gatotkoco (Gatotkaca).



Pesawat ini merupakan primadona IPTN dalam usaha merebut pasar di kelas 50-70 penumpang dengan keunggulan yang dimiliki di kelasnya (saat diluncurkan pada tahun 1995). Menjadi bintang pameran pada saat Indonesian Air Show 1996 di Cengkareng. Namun akhirnya pesawat ini dihentikan produksinya setelah krisis ekonomi 1997. Rencananya program N-250 akan dibangun kembali oleh B.J. Habibie setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan perubahan di Indonesia yang dianggap demokratis. Namun untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan daya saing harga di pasar internasional, beberapa performa yang dimilikinya dikurangi seperti penurunan kapasitas mesin,dan direncanakan dihilangkannya Sistem fly-by wire.
Pertimbangan B.J. Habibie untuk memproduksi pesawat itu (sekalipun sekarang dia bukan direktur IPTN) adalah diantaranya karena salah satu pesawat saingannya Fokker F-50 sudah tidak diproduksi lagi sejak keluaran perdananya 1985, karena perusahaan industrinya, Fokker Aviation di Belanda dinyatakan gulung tikar pada tahun 1996.

Foto Dari Kiri Kekanan :
Capt Sumarwoto, Prof. Said D.Jenie (Alm), Prof Dr BJ Habbie, Capt Erwin Danuwinata (alm) 

Performa Pesawat
Pesawat ini menggunakan mesin turboprop 2439 KW dari Allison AE 2100 C buatan perusahaan Allison. Pesawat berbaling baling 6 bilah ini mampu terbang dengan kecepatan maksimal 610 km/jam (330 mil/jam) dan kecepatan ekonomis 555 km/jam yang merupakan kecepatan tertinggi di kelas turprop 50 penumpang. Ketinggian operasi 25.000 kaki (7620 meter) dengan daya jelajah 1480 km. (Pada pesawat baru, kapasitas mesin akan diturunkan yang akan menurunkan performa).


Berat dan Dimensi
    Rentang Sayap : 28 meter
    Panjang badan pesawat : 26,30 meter
    Tinggi : 8,37 meter
    Berat kosong : 13.665 kg
    Berat maksimum saat take-off (lepas landas) : 22.000 kg

(Meski mesin N 250 diturunkan kemampuannya, dimensi tidak akan diubah)

Sejarah
Rencana pengembangan N-250 pertama kali diungkap PT IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia, Indonesian Aerospace) pada Paris Air Show 1989. Pembuatan prototipe pesawat ini dengan teknologi fly by wire pertama di dunia dimulai pada tahun 1992. Pesawat pertama (PA 1, 50 penumpang) terbang selama 55 menit pada tanggal 10 Agustus 1995. Sedangkan PA2 (N250-100,68 penumpang) sedang dalam proses pembuatan.

Saingan pesawat ini adalah ATR 42-500, Fokker F-50 dan Dash 8-300.

Kutipan Majalah Tempo:
Bandung, 10 Agustus 1995.
Bandar Udara Husein Sastranegara, Bandung, diliputi keriangan suasana perhelatan. Presiden Soeharto bersama seluruh pejabat terpenting Republik tumplek ke lapangan terbang itu. Sementara itu, jauh di atas angkasa, pesawat N-250 Gatotkaca tengah melesat sembari menorehkan momen-momen emas dalam sejarah kedirgantaraan Indonesia.

Tepuk tangan bergemuruh saat Erwin Danuwinata, pilot penguji pesawat komuter N-250 Gatotkaca—berkapasitas 70 penumpang—mendaratkan pesawatnya dengan mulus di landasan setelah terbang perdana selama 56 menit. Presiden Soeharto, yang tak mampu menahan rasa harunya, berpidato: “Keberhasilan uji coba penerbangan pesawat N-250 adalah tonggak bersejarah bagi seluruh bangsa Indonesia karena berhasil merancang sendiri pesawat modern.”

Presiden menambahkan, pesawat N-250 adalah produk andalan PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) karena dirancang bangun sepenuhnya oleh putra-putri Indonesia. Penerbangan tersebut sekaligus menjadi hadiah istimewa bagi Republik Indonesia, yang sepekan kemudian merayakan hari jadi ke-50.

Foto dari Kiri kekanan dengan menggunakan pesawat Sokogaleb buatan Yugoslavia (Alm Capt Erwin Danuwinata dan Capt Sumarwoto


THE PILOT OF N250 FIRST FLIGHT 
Flight Test pilot IPTN :
1. Capt Erwin Danuwinata (ALM)
2. Capt Chris Sukarjono
3. Capt Sumarwoto
4. Capt Adi Budi Atmoko
5. Capt SFH Halim (ALM)
6. Capt Anaziaz Zikir
7. Capt EG Saleh
8. Novirsta M Rusli

FTE (Flight Test Engineer)
1. Ir Hindawan
2.
3.

Name sign untuk N250 PA1 (Gatotkoco)
Name sign untuk N250-100 PA2 (Krincingwesi)




Setelah kepergian Alm Capt Erwin Danuwinata akibat kecelakaan terbang di Gorda Serang, rencana terbang ferry dari indonesia ke benua Eropa selama berhari hari tetap dilanjutkan guna memperoleh sertifikasi kelaikan terbang dari FAA sehingga pesawat N250 dapat diproduksi secara masal, selain itu juga untuk ikut bergabung dalam moment bersejarah dunia dalam event Paris Air Show di Le Bourget Paris. adapun crewnya terlampir dibawah ini, bukan pekerjaan yang mudah menerbangkan pesawat berbaling baling menuju benua eropa . namun semua crew berhasil melaksanakan tugasnya demi mengharumkan nama bangsa indonesia dimata international.

Kalau anda membaca spesifikasi N 250 tersebut maka anda akan menemukan bahwa N-250 adalah pesawat turboprop pertama yang menggunakan teknologi fly by wire.Jadi sebenarnya apa yang salah sehingga pesawat ini belum juga dapat diproduksi kemudian dijual??

Kita harus ingat bahwa pesawat terbang sipil dan militer memiliki syarat yang berbeda agar mereka dapat diijinkan untuk dapat dijual. N-250 sebagai pesawat sipil harus memenuhi syarat dari ICAO, yaitu bahwa setiap pesawat sipil sebelum dapat dijual harus memenuhi syarat mendapat sertifikasi dari beberapa negara (saya lupa jumlah negara yang harus memberi cleareance) yang menyatakan bahwa pesawat tersebut layak beroperasi dibeberapa negara dengan iklim yang berbeda.

Seingat saya, terakir N-250 sempat melakukan ujicoba dinegara norwegia, untuk menguji bahwa N-250 layak beroperasi dinegara dengan iklim dingin. Tetapi kemudian pada tahun 1997-1998 krisis finansial menimpa negara tercinta kita.. Syarat agar IMF mau mengucurkan dana kepada kita adalah semua subsidi untuk IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia) harus dicabut. Maka berakhir pula proyek N-250, karena IPTN tidak memiliki sumber dana lagi untuk mengadakan sertifikasi dibeberapa negara, karena selama ini penghasilan IPTN hanya berasal dari subsidi pemerintah dan kontrak pembelian pesawat yang  dilakukan oleh TNI dan beberapa negara ASEAN yang nilainya sangat kecil, bahkan kontrak pembelian pesawat CN-235 pernah tidak dibayar dengan uang (anda masih ingat ketika pesawat produksi IPTN dibayar dengan beras ketan oleh pemerintah Thailand?).. Sehingga sampai sekarang N-250 belum dapat dijual oleh PT. DIkarena masih terganjal masalah sertifikasi…

Sedikit curhat soal IPTN, menurut saya, IPTN juga mengalami kesalahan organisasi. Sebagai industri yang bergerak dibidang padat modal, IPTN mengalami masalah tenaga kerja yang membengkak hingga 9,000 orang (yang sebagian besar harus dirumahkan pada tahun 2003) hingga membuat masalah pada penggajian, karena sebagian besar pendapatan IPTN berasal dari subsidi pemerintah. Selain itu fokus IPTN seharusnya pada pesawat latih yang tidak perlu terlalu banyak sertifikasi seperti pesawat transport sipil. Oh ya, jgn lupa soal engineer kita yang bekerja keluar negeri setelah IPTN kolaps, isu terakhir menyebutkan engineer kita turut membantu modernisasi f-14 milik Iran lho….

Kembali ke masalah N-250, mungkin kah proyek ini dihidupkan kembali??
Pertengahan tahun lalu, didalam majalah angkasa engineer PT DI berencana untuk menghidupkan kembali
N-250 menjadi N-250R yaitu N-250 tanpa menggunakan fly by wire (agar harga pesawat bisa kompetitif dengan pesaing dikelasnya).

Saya percaya teman-teman di PT DI mampu membuat N-250 terbang kembali, pertanyaan saya adalah apakah tersedia pasar untuk pesawat transpor menggunakan baling-baling?? Jika anda diharuskan memilih maka saya yakin anda akan memilih menggunakan pesawat jet dibanding pesawat menggunakan baling-baling iya kan?? Lagipula negara ini bukan seperti China, yang begitu mampu memproduksi pesawat sendiri, maka maskapai penerbangan dalam negeri akan langsung berbondong-bondong mengantri untuk membelinya..

Saya jadi teringat perkataan seorang pejabat negara beberapa waktu lalu, ketika Merpati diminta untuk menegosiasikan (baca: menunda) pembelian pesawat dari China.. Ia langsung, menyarankan agar Merpati menggunakan saja N-250.. semoga semakin banyak pejabat negara seperti dia… Kalau tidak mulai dari sekarang, kapan lagi kita akan menggunakan produk dalam negeri…
Kondisi N 250 saat ini.


Sumber :
http://adiewicaksono.wordpress.com/2009/03/22/n-250-dimana-dirimu-kini/ 
http://id.wikipedia.org/wiki/N-250
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=8009548

Tidak ada komentar:

Posting Komentar