Uji Coba Pertama CIWS type 730 di Kapal TNI AL
ngkatan Laut Indonesia
(TNI-AL) sedang menjajaki kemungkinan melengkapi kapal perang korvet
Parchim Class bersama dengan LPD Makasar Class dengan CIWS type 730
produksi China sebagai sistem senjata pertahanannya, ungkap sumber
TNI-AL kepada IHS Janes pada tanggal 18 Februari. Ini mengikuti setelah
rampungnya instalasi Tipe 730 CIWS di kapal Kapitan Pattimura Class, KRI
Sultan Thaha Syaifuddin. IHS Jane memahami bahwa galangan kapal PT PAL
milik negara baru-baru ini telah menyelesaikan instalasi sistem senjata
dan akan segera mulai mengintegrasikan sensor radar ke dalam sistem
sebelum memulai uji coba live-menembak. "Sultan Thaha Syaifuddin adalah
kapal pertama yang akan digunakan sebagai percobaan untuk sistem senjata
produksi Cina," kata sumber itu, juga menambahkan bahwa 14 kapal di
kelas lain juga akan cenderung menerima sistem senjata CIWS jika
dipandang sesuai.
Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ
Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ
Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ
Dengan jumlah 16 unit, korvet kelas Parchim hingga kini menjadi tulang punggung Satuan Kapal Eskorta (Satkor) TNI AL. Pasalnya dari segi unit, Parchim lah yang mendominasi kuantitas armada Satkor, yang terdiri dari kelompok kapal jenis frigat dan korvet. Mengingat perannya yang strategis, sudah barang tentu korvet eks AL Jerman Timur ini mendapat perhatian yang serius untuk di retrofit dan upgrade pada sisi persenjataan. Selain mengadopsi mesin baru, urusan senjata mulai dipoles dengan sentuhan baru yang lebih modern dan gahar. Meski di awal pengadaannya mengundang kontroversi, harus diakui korvet dengan asupan teknologi Uni Soviet ini punya keunggulan tersendiri. Diantaranya yang menonjol adalah bekal kanon reaksi cepat AK-230, kanon dua laras dengan kaliber 30 mm. Bila dicermati, inilah kanon berkategori CIWS (close in weapon system) yang pertama kali digunakan armada TNI AL. Dengan mengandalkan Muff Cobb radar systems sebagai penuntuk tembakkan ke sasaran. AK-230 secara teori dapat memuntahkan 1.000 proyektil dalam satu menit, untuk kecepatan luncur proyektil 1.050 meter per detik, cukup ideal untuk menggasak rudal berkecepatan subsonic maupun kapal boat. Kemampuan AK-230 juga masih lebih unggul ketimbang kanon Rheinmetall 20mm yang banyak terdapat di KRI, secara teori kecepatan luncur proyektil Rheinmetall 20mm mencapai 1.044 meter per detik. Tapi semua tentu ada waktunya, AK-230 kian lama dianggap sudah ketinggalan jaman. Maklum AK-230 merupakan hasil rancang bangun Uni Soviet dalam era Perang Dingin di tahun 1950-an. Dan baru pada tahun 1969, Uni Soviet resmi menggunakan AK-230 untuk kelengkapan armada kapal perangnya. Mungkin dikarenakan teknologi yang sudah usang dan spare part yang kian terbatas, TNI AL pun sudah mencanangkan pengganti AK-230.
CIWS AK 230 yang ada di kapal Parchim class
Yang dipilih masih dari senjata jenis CIWS, tapi bukan Phalanx atau Goalkeeper yang kondang dipakai armada NATO. Yang dipilih adalah Type 730, kanon tujuh laras putar model Gatling dengan kaliber 30 mm.
erdasarkan informasi dari Koarmabar, Type 730 resmi diadopsi TNI AL untuk korvet kelas Parchim. Sebagai project instalasi pertama dipilih KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376, dan kemudian secara bertahap seluruh korvet Parchim TNI AL akan dipasangi Type 730. Selain karena urusan harga, adopsi Type 730 dipandang ideal bagi Parchim, sebab Type 730 adalah buatan Tiongkok, dan rancang bangunnya CIWS ini pun memang mencomot aroma teknologi khas Rusia, sehingga ada kecocokan untuk korvet Parchim. Sebagai kanon CIWS modern, Type 730 menggunakan modul terpadu untuk penempatan laras putar, perangkat sensor optik penjejak dan radar. Pihak AL Tiongkok memberi kode Type 730 dengan identitas H/PJ12 . Di lingkungan AL Cina, Type 730 sudah diadopsi di banyak kapal perang, mulai dari kelas korvet, frigat, perusak, hingga kapal patroli cepat. Bila diperhatikan dari segi desain, nampak paduan elemen Type 730 agak menyerupai Goalkeeper, CIWS buatan Belanda. Sementara, untuk teknologi laras putar Gatling-nya, banyak disebut-sebut mencontek GAU-8/A Avenger buatan General Electric yang terpasang pada pesawat A-10Thunderbolt II.
Laras Type 730 mencomot model GAU-8_Avenger
Lalu bagaimana dengan daya hancur Type 730? Bila AK-230 hanya mampu memuntakan 1.000 proyektil per menit, maka Type 730 jauh lebih sadis, kanon dengan kendali elektrik dan hydraulic driven ini maksimum bisa mengumbar 5.800 proyektil dalam satu menit. Jelas urusan daya hancur dan kemampuan mengentikan laju rudal anti kapal pun meningkat drastis. Jarak tembak efektif kanon ini mencapai 3.500 meter. Jenis amunisi yang digunakan mulai dari armour-piercing discarding sabot (APDS), high explosive incendiary (HEI) dan target practice (TP) untuk latihan. Menurut rilis, sasaran yang melesat hingga kecepatan Mach 2 masih dapat ditangkal Type 730. Jumlah stok amunisi yang siap digunakan adalah 1.000 peluru.
Laras Type 730 mencomot model GAU-8_Avenger. Bekal radar menjadi elemen vital dari sistem CIWS, Type 730 menggunakan jenis radar TR-47C. Pihak Xi’an Research Institute of Navigation Technology menyebutkan radar tracking ini berjalan di J-band dengan frekuensi 15.7 Ghz dan 17.3 Ghz. Jangkauan deteksi radar TR-47C mencapai 9.000 meter. Dalam teorinya, 48 sasaran dapat dipindai secara bersamaan. Dalam konsol senjata, tempatnya berada di samping radar ditempatkan perangkat optronics (electro optics) dari jenis OFC-3. Dalam bentuk modular, OFC-3 merangkum beberapa sensor, seperti laser range finder, color TV camera, dan infra red camera. Dalam versi yang lebih maju, laser range finder dapat diganti laser designator untuk membaca manuver SAM (suface to air missile). Juga TV camera dapat diganti dengan night vision camera. Kemudian infra red camera bisa diganti dengan ImIR, tentunya semuanya berdampak pada harga jual CIWS.
Radar TR-47C
Electro Optics OFC-3
Display dan kendali OFC
Dalam simulasi tempur, radar dapat melacak sasaran di permukaan laut seukuran 0,1 meter persegi pada jarak 8 km, bisa diperpanjang hingga 15 km untuk deteksi sasaran 2 berukuran dua meter persegi. Kemudian ukuran sasaran 10 meter persegi dari jarak 20 km. Kemampuan deteksi radar mencakup sasaran yang melaju sea skimming, terbang rendah diatas permukaan laut untuk menhindari deteksi radar. Namun tentunya, sistem penembakkan kanon baru dapat merespon saat sasaran berada di jarak jangkau tembakan (3 ribuan meter). Untuk sistem kendali penembakkan (fire control system) mengusung teknologi autonomous closed-loop system, teknologi ini digadang bakal memberi reaksi lebih cepat ketimbang CIWS jenis AK-630 buatan Rusia. Untuk misi pemasaran di Luar Negeri, Type 730 dirancang full kompatibel dengan combat data system dari buatan Tiongkok dan Eropa. Dari Tiongkok dikenal model ZKJ-1, ZKJ-4, ZKJ-4A-3, ZKJ-5, ZKJ-6, ZKJ-7, H/ZBJ-1, dan dari Eropa/NATO seperti Thomson-CSF TAVITAC. Agar lebih memikat calon pembeli, sistem Type 730 dapat diintegrasikan secara langsung dengan combat data system tadi tanpa perlu dilakukan modifikasi.
Dengan jumlah 16 unit,
korvet kelas Parchim hingga kini menjadi tulang punggung Satuan Kapal
Eskorta (Satkor) TNI AL. Pasalnya dari segi unit, Parchim lah yang
mendominasi kuantitas armada Satkor, yang terdiri dari kelompok kapal
jenis frigat dan korvet. Mengingat perannya yang strategis, sudah barang
tentu korvet eks AL Jerman Timur ini mendapat perhatian yang serius
untuk di retrofit dan upgrade pada sisi persenjataan. Selain mengadopsi
mesin baru, urusan senjata mulai dipoles dengan sentuhan baru yang lebih
modern dan gahar. Meski di awal pengadaannya mengundang kontroversi,
harus diakui korvet dengan asupan teknologi Uni Soviet ini punya
keunggulan tersendiri. Diantaranya yang menonjol adalah bekal kanon
reaksi cepat AK-230, kanon dua laras dengan kaliber 30 mm. Bila
dicermati, inilah kanon berkategori CIWS (close in weapon system) yang
pertama kali digunakan armada TNI AL. Dengan mengandalkan Muff Cobb
radar systems sebagai penuntuk tembakkan ke sasaran. AK-230 secara teori
dapat memuntahkan 1.000 proyektil dalam satu menit, untuk kecepatan
luncur proyektil 1.050 meter per detik, cukup ideal untuk menggasak
rudal berkecepatan subsonic maupun kapal boat. Kemampuan AK-230 juga
masih lebih unggul ketimbang kanon Rheinmetall 20mm yang banyak terdapat
di KRI, secara teori kecepatan luncur proyektil Rheinmetall 20mm
mencapai 1.044 meter per detik. Tapi semua tentu ada waktunya, AK-230
kian lama dianggap sudah ketinggalan jaman. Maklum AK-230 merupakan
hasil rancang bangun Uni Soviet dalam era Perang Dingin di tahun
1950-an. Dan baru pada tahun 1969, Uni Soviet resmi menggunakan AK-230
untuk kelengkapan armada kapal perangnya. Mungkin dikarenakan teknologi
yang sudah usang dan spare part yang kian terbatas, TNI AL pun sudah
mencanangkan pengganti AK-230. Yang dipilih masih dari senjata jenis
CIWS, tapi bukan Phalanx atau Goalkeeper yang kondang dipakai armada
NATO. Yang dipilih adalah Type 730, kanon tujuh laras putar model
Gatling dengan kaliber 30 mm.
Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ
Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ
Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ
Angkatan Laut Indonesia (TNI-AL) sedang menjajaki kemungkinan melengkapi kapal perang korvet Parchim Class bersama dengan LPD Makasar Class dengan CIWS type 730 produksi China sebagai sistem senjata pertahanannya, ungkap sumber TNI-AL kepada IHS Janes pada tanggal 18 Februari 2015. Ini mengikuti setelah rampungnya instalasi Tipe 730 CIWS di kapal Kapitan Pattimura Class, KRI Sultan Thaha Syaifuddin.
Penampakan CIWS type 73 di kapal KRI Sultan Thaha Syaifuddin
IHS Jane memahami
bahwa galangan kapal PT PAL milik negara baru-baru ini telah
menyelesaikan instalasi sistem senjata dan akan segera mulai
mengintegrasikan sensor radar ke dalam sistem sebelum memulai uji coba
live-menembak. "Sultan Thaha Syaifuddin adalah kapal pertama yang akan
digunakan sebagai percobaan untuk sistem senjata produksi Cina," kata
sumber itu, juga menambahkan bahwa 14 kapal di kelas lain juga akan
cenderung menerima sistem senjata CIWS jika dipandang sesuai.
Menurut Aslog Pangarmabar Kolonel Laut (T) Puguh Santoso, salah satu
KRI Koarmabar yang tergabung dalam jajaran Satuan Kapal Eskorta Komando
Armada RI Kawasan Barat (Satkor Koarmabar) itu merupakan KRI pertama
sebagai project percontohan bekerjasama dengan perusahaan Tiongkok
memasang meriam berkaliber 30 mm dengan 7 laras buatan Tiongkok yang
mampu melontarkan peluru hingga 4000 butir per menit. Senjata ini
dipasang untuk menggantikan meriam 30 mm lama AK 230 buatan Rusia.
Pada kesempatan itu, Kolonel Laut (T) Puguh Santoso mengatakan,
selama pemasangan senjata ini pihak kapal melakukan pengawasan penuh
agar mendapatkan hasil yang maksimal serta tetap melaksanakan
pemeliharaan kapal sesuai dengan Sistem Pemeliharaan Terencana (SPT).
Pada kunjungan itu, Aslog Pangarmabar disambut Komandan KRI Sultan Thaha
Syaifuddin-376 Letkol Laut (P) Ario Sasongko, S.E., M.P.M., M.M. (GSC)
didampingi Kadepsin Mayor Laut (T) M. Irwan Ridwan, S.E., Kadepekaban
Lettu Laut (E) Andri Irawan, dan Perwirastaf KRI yang lain. Aslog
Pangarmabar melanjutkan peninjauan di antaranya ruangan di mana
peralatan pendukung meriam 30 mm 7 Barrel tersebut dipasang.
Saat Asisten Logistik Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat (Aslog
Pangarmabar) Kolonel Laut (T) Puguh Santoso mengunjungi Kapal Perang
Republik Indonesia (KRI) Sultan Thaha Syaifuddin-376 di PT. PAL, Ujung
Surabaya.
CIWS Type 730 di KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376 saat uji coba live menembak
Sebagai informasi, AK-630M telah digunakan oleh TNI AL di Kapal Cepat Rudal (KCR) KRI Clurit 641 dan KRI Kujang 642.
AK-630 tampak jelas terpasang di haluan KRI Kujang, disisinya ada KRI Clurit
KRI Kujang 642 dan KRI Clurit, nampak dengan AK-630 pada haluan.
Selain dipercaya handal untuk memberi perlindungan pada kapal markas dan konvoi tempur, kanon model CIWS juga dipandang punya efek getar yang signifikan pada lawan.
ngkatan Laut Indonesia
(TNI-AL) sedang menjajaki kemungkinan melengkapi kapal perang korvet
Parchim Class bersama dengan LPD Makasar Class dengan CIWS type 730
produksi China sebagai sistem senjata pertahanannya, ungkap sumber
TNI-AL kepada IHS Janes pada tanggal 18 Februari. Ini mengikuti setelah
rampungnya instalasi Tipe 730 CIWS di kapal Kapitan Pattimura Class, KRI
Sultan Thaha Syaifuddin. IHS Jane memahami bahwa galangan kapal PT PAL
milik negara baru-baru ini telah menyelesaikan instalasi sistem senjata
dan akan segera mulai mengintegrasikan sensor radar ke dalam sistem
sebelum memulai uji coba live-menembak. "Sultan Thaha Syaifuddin adalah
kapal pertama yang akan digunakan sebagai percobaan untuk sistem senjata
produksi Cina," kata sumber itu, juga menambahkan bahwa 14 kapal di
kelas lain juga akan cenderung menerima sistem senjata CIWS jika
dipandang sesuai.
Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ
Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ
Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar